Turki Jadi Target Perang Ekonomi AS dan Negara Lain

Keakraban Erdogan, Putin, Rouhani Saat Bahas Penentraman Suriah
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berdiskusi dalam menggelar pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Hassan Rouhani berkaitan penenteraman Suriah di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AFP PHOTO/ADEM ALTAN)
Liputan6.com, Ankara - Presiden Recep Tayyip Erdogan, pada Sabtu 11 Agustus 2018, mengatakan bahwa situasi sulit-dilema ekonomi di negaranya disebabkan oleh Amerika Serikat (AS) dan negara lain yang "melancarkan perang ekonomi" terhadap Turki.

Komentar itu datang dalam rangka merespons kejatuhan poin mata uang Turki, lira, terhadap dolar AS menyusul digunakannya sanksi dan biaya oleh Amerika pada sektor impor baja dan almunium dalam dua minggu akhir-akhir ini. Demikian seperti dikutip dari media Kanada Global News, Minggu (12/8/2018).

Dalam tajuk opini di New York Times great site yang dipublikasikan pada Jumat 10 Agustus, Erdogan menulis: "kegagalan untuk membatalkan perbuatan sepihak (unilateralisme) dan sikap tidak hormat (dari AS) akan mewajibkan kami untuk mulai mencari kawan dan sekutu baru." Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia.

Turki dan AS bentrok pekan lalu mengenai kegagalan Turki untuk membebaskan seorang pastor AS bernama Andrew Brunson dari tahanan rumah, sementara dia menunggu sidang atas dakwaan terorisme. Brunson telah ditahan selama 20 bulan baru-baru ini atas tuduhan bahwa dia menyokong klasifikasi-golongan yang dianggap sebagai teroris oleh pemerintah Turki.

Sebagai balasan atas penolakan Turki untuk membebaskan Brunson dari tahanan rumah, AS menjatuhkan sanksi kepada find here dua pejabat Turki. Kecuali itu, Jumat, Presiden Donald Trump mentweet bahwa ia menaikkan biaya atas impor baja dan alumunium dari Turki. Dia mencuit di Twitter, "Hubungan kami dengan Turki kurang bagus saat ini."

Tarif bea impor atas almunium Turki akan naik hingga 20 persen dan tarif baja akan naik sampai 50 persen, berdasarkan Trump.

Poin mata uang Turki anjlok sekitar 40 persen dalam setahun terakhir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *